Mewaspadai Pemanfaatan Covid-19 Sebagai Media Pencucian Uang

avatar Harian Nasional News
Prof. Dr. M. Arief Amrullah, S.H.,M.Hum

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jember
Prof. Dr. M. Arief Amrullah, S.H.,M.Hum Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jember

 Oleh: Prof. Dr. M. Arief Amrullah, S.H.,M.Hum

 Sebab-sebab kejahatan timbul dari sifat keserakahan artinya manusia yang tidak pernah cukup dan puas terhadap barang-barang atau kebutuhan-kebutuhan hidup yang diperolehnya. Membincangkan mengenai kejahatan terdapat dua konsep yang saling terkait satu sama lain, hal itu penting untuk menjelaskan hubungan antara keduanya.

Pertama, ide tentang kejahatan yang dapat disebut dengan natural dan yang dipahami secara intuisi oleh kebanyakan orang, bahwa suatu perbuatan dipandang sebagai jahat, karena masyarakat memang mencelanya. Misalnya, perilaku koruptif dipandang sebagai perbuatan jahat.

Kedua, adanya kejahatan karena telah ditetapkan dalam undang-undang hukum pidana sebagai kejahatan, artinya di luar itu bukan kejahatan.

Mengingat kejahatan itu sifatnya relatif dan subjektif bergantung pada sejauh mana masya­rakat memandang sesuatu itu sebagai kejahatan atau bukan, maka sebagai bahan acuan ada baiknya dikemukakan pengertian kejahatan.

Dalam Encyclopedia Americana (Volume 8), kejaha­tan atau crimes adalah perbuatan yang secara hukum dilarang oleh negara. Dilihat dan segi hukum (legal definition), kejahatan adalah tindakan yang dapat dikenakan hukuman oleh hukum pidana.

Terlepas dari batasan tersebut, dalam perkembangannya bahwa kejahatan sudah dijadikan sebagai bisnis, yang pada umumnya dilakukan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi atau untuk mendapatkan keuntungan kompetitif melalui sarana-sarana illegal, di antaranya sebagai contoh adalah pencucian uang (money laundering).

Baru-baru ini Presiden FATF menyampaikan pernyataannya terkait dengan Covid-19 dan langkah-langkah untuk memerangi pembiayaan haram di hadapan para anggota FATF baik domestic maupun multilateral yang berkumpul di Paris pada tanggal 1 April 2020 dengan mengerahkan setiap sumber daya yang tersedia untuk melawan pandemic Covid-19 tersebut.

Sebagai standar global untuk memerangi pencucian uang dan pembiayaan terorisme serta perkembangannya, maka FATF menganjurkan pemerintah untuk bekerja dengan lembaga keuangan dan bisnis lainnya dengan menggunakn cara yang lebih pleksibel yang dibangun melalui pendekatan yang berbasis risiko untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ditimbulkan  oleh Covid-19, sementara tetap waspada terhadap risiko keuangan  haram yang baru dan yang baru muncul.

Untuk keperluan itu, FATF juga mendorong penuh dalam penggunaan layanan pengiriman keuangan secara digital mengingat adanya kebijakan masyarakat menjaga jarak satu sama lainnya (social distancing). Namun, diingatkan pada saat bantuan yang sangat mendesak dibutuhkan, baik di dalam maupun di luar negeri, maka penerapan Standar FATF yang efektif akan mendorong adanya transparansi yang lebih baik dalam melakukan transaksi keuangan, sehingga  mereka yang memberi sumbangan (donors) menjadi yakin dan percaya diri, bahwa dukungan bantuan mereka telah mencapai sasaran sesuai yang dikehendaki.

Di samping itu, penerapan SFATF yang terus menerus akan mendorong adanya keterpaduan dan keamanan dalam sistem pembayaran global selama dan sesudah pandemi Covid-19 melalui saluran yang sah dan transparan dengan tingan keamanan yang sesuai.

Dalam menghadapi risiko kejahatan keuangan (financial crime) di masa Covid-19 ini harus selalu tetap waspada. Karena, para penjahat (pelaku kejahatan terorganisasi) akan mengambil keuntungan dari pandemik Covid-19 untuk melakukan aksi jahatnya berupa penipuan di bidang keuangan, termasuk melakukan kecurangan dalam periklanan dan perdagangan obat palsu, menawarkan peluang  investasi (palsu) dan meliputi rencana jahat  lainnya yang membuat orang menjadi lebih takut pada Covid-19.

Kejahatan atau kecurangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan sarana teknologi informasi (kejahatan cyber), penggalangan dana untuk amal namun dengan cara-cara bohong, dan berbagai penipuan medis yang menyasar kepada korban yang tak bersalah yang mana korban tersebut tidak merasa jika menjadi korban (abstrack victims).

Para penjahat itu berupaya mengambil keuntungan atau kemanfaatan dari pandemik itu dengan mengeksploitasi orang-orang yang benar-benar membutuhkan perawatan dan niat baik masyarakat umum serta dengan menyebarkan informasi yang keliru tentang Covid-19.

Pejabat yang berwenang  dan badan internasional memperingatkan masyarakat dan bisnis penipuan yang melibatkan investasi dan produk palsu, dan juga perdagangan orang dalam yang berkaitan dengan Covid-19. Dalam situasi yang demikian, teroris dapat juga menggunakan kesempatan ini untuk memperoleh dana.

Karena itu, para pengawas, unit intelijen keuangan dan instansi penegak hukum harus berbagi informasi kepada sektor swasta untuk meprioritaskan dan mengatasi pencucian uang, terutama yang berkaitan dengan kecurangan, dan risiko pendanaan terorisme terkait dengan Covid-19.

Selain itu, pelaku kejahatan dan teroris  berupaya  memfaatkan kesenjangan dan kelemahan negara dalam pengaturan anti pencucian uang dan sistem pendanaan terorisme. Lembaga keuangan dan bisnis lainnya harus waspada terhadap risiko bagi terjadinya pencucian uang dan pendanaan terorisme dan memastikan mamereka mpu mengurangi risiko tersebut secara efektif  untuk mencegah dan melaporkan kegiatan yang mencurigakan.

Organisasi  kesehatan global saat ini telah menyoroti pekerjaan vital dan badan amal dan organisasi nirlaba (NPOs) untuk memerangi Covid-19 dan pengaruhnya. FATF telah mengakui pentingnya NPOs dalam menyediakan layanan amal di seluruh dunia, serta kesulitan dalam menyediakan bantuan itu kepada mereka yang membutuhkan.

Itu sebabnya,  FATF telah bekerja sama yang erat dengan NPOs selama bertahun-tahun untuk menyempurnakan Standar FATF  yang fleksibel untuk memastikan bahwa sumbangan amal dan kegiatan serupa dapat dilakukan dengan cepat melalui jalur yang sah dan tranparan tanpa ada gangguan apa pun.

Hal itu penting dalam upaya megenali bahwa pada dasarnya Standar FATF tidak dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan NPOs, namun kegiatan itu harus diwaspadai bahwa sebagian besar NPOs sedikit banyak mempunyai risiko sebagai sarana untuk kegiatan pendanaan terorisme (TF).

Tujuan dari Standar FATF adalah bukan untuk mencegah semua transaksi keuangan, akan tetapi untuk mewaspadai kemungkinan adanya risiko tinggi bagi terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme, di samping itu untuk memastikan sumbangan itu dilakukan melalui jalur dan uang yang sah dan transparan untuk sampai kepada penerimanya yang sah.

Pemerintah dan Lembaga keuangan harus menerapkan pendekatan berbasis risiko untuk memastikan bahwa kegiatan NPOs yang sah tidak perlu terganggu. Karena itu, FATF mendorong negara-negara agar bekerja dengan NPOs yang sesuai tujuannya untuk menjamin dana-dana yang diperlukan itu sampai kepada penerimanya dengan cara yang transparan.

Dalam konteks demikian, FATF menghimbau para regulator, pengawas, unit intelijen keuangan, aparat penegak hukum dan lembaga relevan lainnya dapat menyediakan dukungan, panduan dan bantuan bagi sektor swasta agar peraturan perundang-undangan yang terkait dengan  TPPU/Pendanaan Terorisme dapat diterapkan saat krisis ini berlangsung.

Panduan seperti itu dapat memberikan kepastian kepada lembaga keuangan dan bisnis lainnya karena pihak berwenang telah berbagi pengalaman mengenai tantangan dan risiko yang melingkupi dalam situasi saat ini dan tindakan yang relevan untuk diambil.

Pihak berwenang juga di beberapa negara sudah siap melakukan tindakan yang cepat dan memberikan nasihat seperti ini. Mekanisme yang memungkinkan para korban, lembaga keuangan, dan bisnis-bisnis lainnya melaporkan segala bentuk kecurangan yang terkait dengan isu Covid-19 tersebut.

Pada tataran internasional, FATF sedang menggandeng Committee on Payment and Market Infrastructires dan Bank Dunia untuk membantu  memastikan tanggapan kebijakan yang terkoordinasi untuk menyediakan layanan pembayaran terhadap krisis yang berkelanjutan dengan isu Covid-19. Oleh karena itu, FATF, IMF dan Bank Dunia sedang bekerja dengan anggota mereka untuk mengurangi dampak dari krisis yang ditimbulkan oleh Covid-19, termasuk tindakan  melalui penggunaan Anti Pencucian Uang/Melawan Pendanaan Terorisme.

Di samping itu, FATF juga bekerjasama dengan para anggotanya dan badan regional FATF  untuk mengidentifikasi dan berbagi praktik yang baik (good practice) dalam menanggapi  isu-isu umum yang dihadapi di banyak negara yang terkena dampak Covid-19. Pada kesempatan ini, FATF sudah siap untuk memberikan bimbingan yang terkait dengan Anti Pencucian Uang/Melawan Pendaan Terorisme lebih lanjut untuk mendukung upaya global saat ini dalam menghentikan krisis Covid-19 pengaruhnya.

Dengan demikian, setiap negara dan Kawasan agar mewaspadai para pelaku kejahatan terorganisasi yang memanfaatkan isu Covid-19.

Prof. Dr. M. Arief Amrullah, S.H.,M.Hum

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jember

 

 

 

 

 

 

 

Editor : Adji